Jumat, 06 April 2012

Kata-Kata Mutiara Part 1


Datanglah ke tahta kudusNya,dan bersukacitalah, sebab hanya oleh pengorbanan Kristus semuanya menjadi mungkin.

Jadilah berkat buat orang lain

Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima

.Kita memperoleh berkat adalah agar kita bisa memberkati orang lain lewat segala yang kita miliki. Kita diberkati untuk memberkati.

Roh Allah ini akan bersaksi

Janganlah ada orang yang menjadi cabul atau yang mempunyai nafsu yang rendah seperti Esau, yang menjual hak kesulungannya untuk sepiring makanan

Sebab kamu tahu, bahwa kemudian, ketika ia hendak menerima berkat itu, ia ditolak, sebab ia tidak beroleh kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya, sekalipun ia mencarinya dengan mencucurkan air mata.

Jangan gadaikan kehormatan atas hak kesulungan yang telah dianugerahkan Tuhan dengan kesenangan fana sesaat

 orang-orang yang tidak dipeduli, tidak dicintai, bahkan tidak diinginkan oleh dunia adalah milik Tuhan

Kristus mati bagi semua orang, termasuk mereka, anda dan saya

Nyatakan kasih Kristus lewat membantu orang lain yang membutuhkan   

Keputusan yang kita ambil hari ini akan sangat menentukan di masa depan. 

Tuhan tahu persis kekurangan dan kelemahan kita masing-masing. Tapi itu semua tidaklah menjadi penghalang bagi kita untuk mampu bekerja di ladang Tuhan.

 tidak boleh bertengkar, tetapi harus ramah terhadap semua orang.

 
Pada masa tua pun mereka masih berbuah, menjadi gemuk dan segar 
 
Kekuatan kita terbatas dan akan menurun, tetapi kekuatan Tuhan tidak akan pernah berkurang.

Kasih Allah tak berkesudahan sampai kapanpun

Don’t fight fire with fire, but fight fire with love




 

Blessed to be bless


Lukas 5:7 “Lalu mereka memberi isyarat kepada teman-temannya di perahu yang lain supaya mereka datang membantunya. Dan mereka itu datang, lalu mereka bersama-sama mengisi kedua perahu itu dengan ikan hingga hampir tenggelam.”
diberkati untuk memberkatiPagi ini saya teringat akan kisah Ali Baba. Hikayat 1001 Malam ini bercerita tentang Ali Baba yang secara tidak sengaja melihat 40 penyamun berada di depan sebuah gua yang ditutupi sebuah batu besar. Ketika mereka mengucapkan “abrakadabra”, batu pun bergeser sehingga gua kemudian terbuka. Ali Baba hanya memperhatikan dari tempat persembunyiannya dan menanti hingga ke 40 penyamun itu pergi meninggalkan gua. Setelah ia sendirian, ia pun mengucapkan kata yang sama di depan gua. Batu kemudian bergeser dan masuklah Ali Baba ke dalam. Ternyata apa yang ada di dalam adalah gua yang penuh harta karun. Ali Baba ternyata tidak tamak. Ia hanya mengambil secukupnya. Namun kisah mengenai gua harta karun ini sampai ke telinga Kasim, saudaranya. Lalu Kasim pun mengikuti jejak Ali Baba dan masuk ke dalam. Seperti Ali Baba, ia pun takjub melihat harta berlimpah di dalam gua. Namun ada yang membedakan Ali Baba dan Kasim. Kasim bersikap tamak dan ingin menguasai semua. Ia pun sibuk mengumpulkan semua harta melebihi apa yang mampu ia angkut. Dan saking sibuknya, ia pun lupa kata kunci untuk membuka kembali pintu gua. Akibatnya fatal. 40 penyamun kembali kesana dan mendapati Kasim di dalam. Mereka pun membunuhnya.
Kita mudah untuk berkata, “yah..itulah ganjaran bagi orang tamak..” Namun sadar atau tidak ada banyak di antara kita yang berlaku sama seperti Kasim. Kita hanya menuntut berkat dari Tuhan tanpa mau memberkati orang lain lewat segala yang Tuhan beri. Kita hanya mau menuai, tanpa mau menabur. Jika saya ibaratkan kita sebagai petani, bagaimana mungkin seorang petani bisa menuai hasil ladang jika ia tidak pernah menabur benih? Ayat yang melintas di benak saya pagi ini ketika saya teringat akan kisah Ali Baba adalah mengenai kisah mukjizat yang dilakukan Yesus atas Petrus, sang nelayan yang tidak memperoleh seekor ikan pun hari itu. Dengan ketaatannya pada Yesus, ia mengikuti perintah Yesus agar ia kembali bertolak ke dalam dan menebar jala. Seketika itu pula jalanya sangat penuh dan mulai sobek. Untung Petrus tidak punya mental seperti Kasim. Ayat bacaan hari ini menunjukkan demikian. “Lalu mereka memberi isyarat kepada teman-temannya di perahu yang lain supaya mereka datang membantunya. Dan mereka itu datang, lalu mereka bersama-sama mengisi kedua perahu itu dengan ikan hingga hampir tenggelam.” (Lukas 5:7). Petrus memanggil teman-temannya dan membagi tangkapannya. Petrus sadar ia tidak hidup sendiri, ia punya sahabat-sahabat dan mau berbagi. Jika ia tamak, kapalnya akan tenggelam, dan ia akan menemui nasib yang sama seperti Kasim.
Ingatlah bahwa berkat-berkat yang kita peroleh adalah titipan Tuhan, yang harus kita pakai untuk memberkati sesama kita, untuk menyatakan kemuliaan Tuhan. Apakah itu berkat kekayaan, berkat kesehatan, talenta-talenta yang kita miliki, semua itu hendaklah kita pergunakan untuk menjadi berkat buat orang lain. Apapun yang kita lakukan buat membantu orang lain bernilai sangat tinggi bagi Tuhan. Demikian firman Tuhan: “Maka Ia akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku.” (Matius 25:45). Mari kita baca pesan Yesus dalam kitab Kisah Para Rasul.
Kita harus mengerti bahwa kekayaan yang ada pada kita hanya titipan Tuhan. Karena itu kita harus mempergunakannya untuk kemuliaan Tuhan dan untuk sesama kita (mengikat persahabatan dan memberkati orang lain). “Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu, bahwa dengan bekerja demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah dan harus mengingat perkataan Tuhan Yesus, sebab Ia sendiri telah mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima.” (Kisah Para Rasul 20:35). Yes, that’s absolutely true. Perhatikan, semakin dalam kita masuk ke dalam hadiratNya, semakin dekat kita pada Tuhan, maka prinsip kebahagiaan pun berubah. Jika dulu kita berbahagia ketika kita diberi, maka kini kita akan jauh lebih berbahagia ketika bisa memberi kontribusi kepada orang lain. Kita akan merasa sangat bahagia ketika bisa membahagiakan orang lain. Itu jauh lebih membahagiakan dibandingkan ketika kita memperoleh sesuatu.
Sebuah perikop penting dari surat rasul Paulus menjabarkan lebih lanjut mengenai ini. “Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga. Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita.”(2 Korintus 9:6-7). Tidak berhenti sampai disitu, kemudian ditegaskan pula bahwa Tuhan sanggup melimpahkan segala kasih karuniaNya bahkan hingga berkelebihan, dan ini semua bukan untuk memperkaya diri, menyombongkan diri dan dinikmati sendiri dengan serakah, melainkan untuk berbuat baik dan beramal. (ay 8). Dan dalam kesempatan lain, Petrus pun mengingatkan hakekat penting dari menerima berkat.  “….hendaklah kamu memberkati, karena untuk itulah kamu dipanggil, yaitu untuk memperoleh berkat.” (1 Petrus 3:9) Ini hal penting yang harus kita cermati. Kita memperoleh berkat adalah agar kita bisa memberkati orang lain lewat segala yang kita miliki. Kita diberkati untuk memberkati.
Ketamakan tidak akan membawa manfaat apa-apa dan tidak akan pernah berkenan di hadapan Tuhan. Betapa kecewanya Tuhan apabila segala berkat yang Dia berikan malah dipakai untuk menindas dan merugikan orang lain, atau dipakai sebagai alas kesombongan. Semakin banyak kita diberkati, kita harus semakin banyak pula memberkati, karena itulah alasan utama mengapa kita menerima berkat dari Tuhan. Rugikah jika kita banyak memberi? Jika kita memberi dengan hati yang tulus semata-mata karena mengasihi Tuhan dan sesama, kita tidak akan menjadi berkekuangan, malah akan semakin banyak lagi menerima berkat. Itu sejalan dengan  Amsal berikut ini: “Ada yang menyebar harta, tetapi bertambah kaya, ada yang menghemat secara luar biasa, namun selalu berkekurangan.” (Amsal 11:24). Pelit, tamak, serakah, egois dan sejenisnya tidak akan pernah membawa hasil apa-apa selain kerugian buat diri kita sendiri. Hal itu tidak sejalan dengan kehendak Tuhan. Apa yang dikehendaki Tuhan adalah kita harus mau memberkati orang lain dengan segala berkat dari Tuhan, atas dasar kasih kita kepada mereka dan Tuhan sendiri, dimana Tuhan dipermuliakan. Jika kita punya sikap mengasihi Tuhan dan taat pada kehendakNya, tidak saja di dunia ini kita akan dicukupkan bahkan sampai berkelimpahan, tapi kita pun akan beroleh hidup kekal. “Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya.”(1 Yohanes 2:17). Are you ready to give? Mulailah memberi, maka Tuhan akan mencurahkan berkat-berkatNya secara luar biasa ke atas diri anda.

7 Pernyataan Tuhan Yesus di salib


Injil mencatat bahwa selama enam jam Yesus tergantung di kayu salib Dia membuat tujuh pernyataan yang berbeda. Pernyataan-pernyataan sangat luar biasa bukan hanya karena merupakan kata-kata yang terakhir oleh Yesus sebelum kematian-Nya, tetapi juga karena kata-kata ini menggambarkan kehidupan dan pelayanan Yesus Kristus Tuhan kita.
1. “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.”(Lukas 23:34).

Bahkan saat mengalami rasa sakit yang mengerikan akibat penyaliban, Ia berdoa untuk orang-orang yang yang menyebabkan penderitaan-Nya. Ia datang ke bumi dengan tujuan memberi pengampunan para pendosa dan Dia mengasihi mereka dan menghapus dosa hingga akhir hidupNya. Semua karena dosa manusia dan Dia berada di kayu Salib dan menderita atas nama dosa itu.
2. “Hari ini engkau akan bersama Aku di dalam Firdaus” (Lukas 23:43).
Tidak hanya Yesus mengampuni mereka yang menyalibkan Dia, Dia juga memaafkan salah seorang pencuri yang disalibkan di samping-Nya. 2 Penjahat yang di salibkan bersama Yesus, Seorang dari penjahat yang di gantung itu menghujat Dia, namun seorang lainnya memiliki perubahan hati.
Seorang dari penjahat yang di gantung itu menghujat Dia, katanya: “Bukankah Engkau adalah Kristus? Selamatkanlah diri-Mu dan kami!” Tetapi yang seorang menegor dia, katanya: “Tidakkah engkau takut, juga tidak kepada Allah, sedang engkau menerima hukuman yang sama? Kita memang selayaknya dihukum, sebab kita menerima balasan yang setimpal dengan perbuatan kita, tetapi orang ini tidak berbuat sesuatu yang salah.” Lalu ia berkata: “Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja.” (Lukas 23:39-42) .
Pada saat ini Yesus membuat pernyataan-Nya yang kedua diatas salib dan menjanjikan untuk mengampuni penjahat yang bertobat. Sekali lagi kita melihat keprihatinan Yesus bagi orang lain. Teladan-Nya kemudian di contohi Rasul Paulus  untuk menasihati jemaat Filipi,
dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; (Filipi 2:3).
3. “Ibu, inilah, anakmu!” (Yohanes 19:26).
Meskipun Yesus terus menderita di kayu salib pikirannya masih pada orang lain. Dia melihat ibunya berdiri di dekat Rasul Yohanes dan berkata, “Ibu, inilah anakmu.” Dia kemudian melihat Yohanes dan berkata, “Inilah ibumu!” Dengan melakukan ini Dia mempercayakan perawatan ibu-Nya kepada Yohanes. Kebiasaan orang Yahudi (Hukum Taurat) mensyaratkan anak sulung untuk mengurus orang tuanya, dan Yesus mematuhi hukum Allah sampai akhir. Di awal pelayanan-Nya Yesus menekankan penghormatan terhadap hokum Allah (Hukum Taurat):
“Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. (Matius 5:17).
Yesus menggenapi hokum Taurat dalam penderitaanNya di atas kayu salib.
4. “Ya Tuhan, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Matius 27:46).
Perkataan keempat Yesus dari salib mungkin yang paling sulit bagi kita untuk mengerti. Anak Allah yang tak berdosa yang telah, ada sejak kekekalan, dalam hubungan intim dengan Bapa-Nya, kini roh terpisah dari-Nya. Ketika dosa dunia dilimpahkan/menjadi bagian dari  Yesus, untuk kali pertama, terjadilah pemisahan antara Bapa dan Putra.
Alkitab mencatat sesuatu terjadi di antara mereka bahwa kita hanya dapat memahami melalui mata iman. Allah yang Maha Suci dan tak berdosa itulah Allah Bapa dan Allah yang telah merendahkan diri menjadi seperti ciptaanNya dan mau berdosa (menerima limpahan dosa manusia) itulah Putra Allah. (Filipi 2:6-7)
Artinya, bahwa Allah dalam Kristus mendamaikan dunia dengan dirinya sendiri (2 Korintus 5:19).
Yesus menderita rasa sakit yang tak pantas akibat pemisahan diriNya melepaskan kesetaraan sebagai Allah: Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah. (2 Korintus 5:21).
Agar hal ini (penebusan) terjadi, Bapa harus meninggalkan Anak dan menghukum-Nya untuk kita.  Inilah maksud dari perkataan Yesus: “Ya Tuhan, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”
5. “Aku haus” (Yohanes 19:28).
Pernyataan kelima yang Yesus dari salib mengingatkan kita lagi bahwa Dia menderita sebagai manusia. Alkitab mengatakan,
Sesudah itu, karena Yesus tahu, bahwa segala sesuatu telah selesai, berkatalah Ia—supaya genaplah yang ada tertulis dalam Kitab Suci—:”Aku haus!” (Yoh 19:28).
Ia hidup sebagai manusia dan menderita sebagai manusia agar Dia bisa mengidentifikasi dengan penderitaan kemanusiaan. Dari pernyataan ini kita amati bahwa Yesus menderita efek fisik yang penuh akibat penyaliban. Tidak bisa dikurangi, untuk beban dosa yang harus kita(manusia) limpahkan kepada-Nya.
6. “Sudah selesai” (Yohanes 19:30).
Pernyataan keenam dari Yesus saat di kayu salib adalah teriakan kemenangan. Teks Yunani berbunyi tetelestai, “Sudah selesai.” Apa yang selesai? Sambil kita mempertimbangkan kehidupan dan pelayanan Yesus kita bisa memikirkan beberapa hal yang membuat kematian-Nya lengkap.
Ia menyelesaikan pekerjaan Bapa, yang harus di lakukanNya. Ia menggenapi nubuat. Dia mencapai kemenangan atas Setan, dosa, dan kematian. Dia mencapai kemenangan atas iblis. Misi kekelan BERHASIL !
7. “Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku” (Lukas 23:46).
Ini adalah pernyataan terakhir yang kita terima dari Yesus sebelum kematian-Nya. Semuanya telah selesai dan sekarang sudah waktunya untuk menyerahkan roh-Nya. Sebelumnya Yesus membuat pernyataan bahwa Ia rela memberikan nyawa-Nya bagi domba-Nya.
Bapa mengasihi Aku, oleh karena Aku memberikan nyawa-Ku untuk menerimanya kembali.
Tidak seorangpun mengambilnya dari pada-Ku, melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali. Inilah tugas yang Kuterima dari Bapa-Ku.” (Yohanes 10:17,18).
Dari sini kita menyadari bahwa Yesus harus sengaja menyerahkan roh-Nya; itu tidak dapat diambil dari-Nya. Kecuali Dia menginginkan sendiri untuk mati, Dia tidak dipaksa. Karena Dia adalah korban yang bersedia, Dia memilih untuk mati. Setelah membuat pernyataan terakhirnya, Yesus mati.
Akhirnya…
Tujuh pernyataan Yesus diatas kayu salib memiliki arti luas dan penting bagi orang percaya hari ini. Perkataan-perkataan ini sekali lagi mengingatkan kita arti kematian-Nya, selain menjadi fakta sejarah, jauh lebih dari itu. Itu adalah pengorbanan tertinggi untuk menjamin keselamatan kita. Kata-kata terakhir Yesus menunjukkan kepada kita bahwa kita dapat memegang kepercayaan penuh kepada-Nya sebagai Juruselamat kita.